Bila kita membaca beragam literatur tentang media pembelajaran maka kita akan menemukan ragam definisi tentang media. Namun sebelum sampai pada pembahasan arti media maka uraian ini didahului oleh penjelasan tentang dasar-dasar penggunaan media dalam pembelajaran PAK
I. Dasar-dasar Penggunaan Media dalam Pembelajaran
a. Dasar/landasan Alkitabiah (Dasar Teologis)
Perjanjian Lama
Tuhan adalah Roh adanya. Tidak dapat dilihat oleh manusia. Walaupun Tuhan itu Roh adanya tetapi selalu berkomunikasi kepada manusia pilihan-Nya (umat Israel).
Agar supaya maksud Tuhan dapat dimengerti oleh manusia maka Tuhan sering memakai media ketika menyampaikan maksudNya kepada manusia
Perjanjian Baru
Dalam PL Allah sering diceritakan berkomunikasi kepada oknum-oknum tertentu namun dalam PB Allah itu menyatakan diri dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus di dalam mengajar sering juga menggunakan media.
Mat. 6:25-31 (burung, bunga, rumput=menggambarkan perhatian Allah kepada umat-Nya)
Mat. 18:1-6 = Siapa yang terbesar di dalam kerajaan Sorga = Anak kecil :kerendahan hati
Mahluk komunikasi yang rasional
Tuhan berkomunikasi dengan manusia melalui media
Manusia berkomunikasi dengan sesame memakai media
Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan akal untuk memanfaatkan segala yang ada di dalam alam semesta ini dapat dipakai untuk menolong sesama memahami pesan melalui berbagai media
Alkitab mengemukakan banyak bukti ttg penggunaan media.
Allah berfirman kepada manusia dengan memakai media.
Contoh: Kamu adalah garam (fungsi)dunia
Kamu adalah terang dunia
Yesus anak domba Allah
Singa dari suku Yehuda (Kekuatan/kekuasaan)
dll
Manusia memberi informasi kepada sesamanya dengan memakai media
Lihatlah anak domba Allah …
b. Dasar/landasan Filosofis
Logi yang berbuah: ke-benar-an berpikir dari penggunaan media pembelajaran atau pemikiran yang mendalam mengapa digunakan media dalam pembelajaran kita namakan sebagai dasar filosofis. Dengan demikian lndasan Penggunaan Media Pembelajaran Landasan filosofis. Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi. Benarkah pendapat tersebut? Bukankah dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk digunakan media yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadinya? Dengan kata lain, siswa dihargai harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi.
Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis.
c. Dasar Edukatif
Belajar adalah perubahan pengalaman si peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tidak semua pengalaman belajar didapat peserta didik melalui pengalaman langsung. Ada pengalaman belajar secara langsung tetapi ada pula secara tidak langsung. Dalam konteks inilah media dibutuhkan dalam pembelajaran sehingga peserta didik mengalami pengalaman belajar. Misalnya pengalaman belajar tentang suatu objek yang tidak dapat dilihat/dialami secara langsung tetapi dapat dihadirkan di kelas melalui media sehingga peserta didik mengalami pengalaman belajar tentang objek tersebut.
Kuda tidak dapat didatangkan di kelas tetapi cukup gambar, Ikan yang menelan Yunus tidak dapat dihadirkan di kelas tetapi gambar tentang ikan besar dapat dihadirkan di kelas. Akan tetapi ketika dibawa ke Ancol dan melihat Ikan Paus maka anak akan memiliki pengalaman belajar yang bagus tentang ikan besar.
Ø Dasar/landasan psikologis.
Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan pembelajaran
yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.
Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinuum konkrit-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbul, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation). Menurut Bruner, hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak.
Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.
Dalam menentukan jenjang konkrit ke abstrak antara Edgar Dale dan Bruner pada
diagram jika disejajarkan ada persamaannya, namun antara keduanya sebenarnya terdapat
perbedaan konsep. Dale menekankan siswa sebagai pengamat kejadian sehingga
menekankan stimulus yang dapat diamati, Bruner menekankan pada proses operasi
mental siswa pada saat mengamati obyek
Secara psikologis, media mampu memberi rangsangan yang bervariasi kepada otak manusia, sehingga otak dapat berfungsi secara optimal. Rangsangan ini disebabkan karena menurut teori belahan otak[1], manusia memiliki dua belahan otak, yaitu belahan otak kiri dan belahan otak kanan.
Teori Belahan Otak
1. Belahan otak kanan dengan fungsi:
a. Menjadi tempat kedudukan pikiran visual, emosional, holistic, fisikal, spatial, dan kreatif.
b. Belahan otak kanan mengontrol tindakan.
c. Kemampuan intuisi
d. Kemampuan daya tanggap
e. Kemampuan daya imajinasi
f. Kemampuan kesadaran luas/mendalam
g. Kemampuan bawah sadar berpikir subjektif dengan suara batin
2. Belahan otak kiri dengan fungsi:
a. Menjadi tempat kedudukan pikiran yang bersifat verbal, rasional, analitikal, dan konseptual
b. Belahan otak kiri berfungsi mengontrol wicara
c. Kemampuan dalam proses logis deduktif
d. Kemampuan dalam intelektual
e. Kemampuan akan kesadaran yang berhubungan dengan pancaindera berpikir objektif dalam pengelolaan situasi kondisi luar.
Kedua belahan otak (kiri dan kanan) tidak dapat dominan secara serentak pada saat yang bersamaan. Ransangan pada salah satu belahan otak saja secara berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan. Karena itu, dalam proses pembelajaran kedua belahan otak perlu dirangsang bergantian dengan rangsangan audio-visual[2].
Jadi Dasar Psikologis menggunakan media yaitu manusia yang belajar melakukan kegiatan sbb: membaca, mendengar, melihat, berbicara, menulis, melakukan dll. Bila potensi ini diberdayakan secara baik maka akan terjadi pengalaman belajar yang tingkat prosentasinya digambarkan sbb:
1. Membaca 10 %
2. Mendengar 20 %
3. Melihat 30 %
4. Melihat dan Mendengar 50 %
5. Berbicara dan menulis 70 %
6. Melakukan/Mempraktekkan 90 %
[1] Yusufhadi Miarso dalam buku Menyemai Benih Teknologi Pendidikan ((Jakarta : Pustekomdiknas,20040, hlm. 458. Mengemukakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger W. Sperry, pemenang hadiah Nobel tahun 1984 yang dimuat dalam buku yang ditulis oleh B.R. Hergenhahn, An Introduction to Theories of Learning, Englewood Cliffs, NJ : Prentice Hall Inc, 1988
[2] Yusufhadi Miarso, Ibid. hlm. 458
I. Dasar-dasar Penggunaan Media dalam Pembelajaran
a. Dasar/landasan Alkitabiah (Dasar Teologis)
Perjanjian Lama
Tuhan adalah Roh adanya. Tidak dapat dilihat oleh manusia. Walaupun Tuhan itu Roh adanya tetapi selalu berkomunikasi kepada manusia pilihan-Nya (umat Israel).
Agar supaya maksud Tuhan dapat dimengerti oleh manusia maka Tuhan sering memakai media ketika menyampaikan maksudNya kepada manusia
Perjanjian Baru
Dalam PL Allah sering diceritakan berkomunikasi kepada oknum-oknum tertentu namun dalam PB Allah itu menyatakan diri dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus di dalam mengajar sering juga menggunakan media.
Mat. 6:25-31 (burung, bunga, rumput=menggambarkan perhatian Allah kepada umat-Nya)
Mat. 18:1-6 = Siapa yang terbesar di dalam kerajaan Sorga = Anak kecil :kerendahan hati
Mahluk komunikasi yang rasional
Tuhan berkomunikasi dengan manusia melalui media
Manusia berkomunikasi dengan sesame memakai media
Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan akal untuk memanfaatkan segala yang ada di dalam alam semesta ini dapat dipakai untuk menolong sesama memahami pesan melalui berbagai media
Alkitab mengemukakan banyak bukti ttg penggunaan media.
Allah berfirman kepada manusia dengan memakai media.
Contoh: Kamu adalah garam (fungsi)dunia
Kamu adalah terang dunia
Yesus anak domba Allah
Singa dari suku Yehuda (Kekuatan/kekuasaan)
dll
Manusia memberi informasi kepada sesamanya dengan memakai media
Lihatlah anak domba Allah …
b. Dasar/landasan Filosofis
Logi yang berbuah: ke-benar-an berpikir dari penggunaan media pembelajaran atau pemikiran yang mendalam mengapa digunakan media dalam pembelajaran kita namakan sebagai dasar filosofis. Dengan demikian lndasan Penggunaan Media Pembelajaran Landasan filosofis. Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi. Benarkah pendapat tersebut? Bukankah dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk digunakan media yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadinya? Dengan kata lain, siswa dihargai harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi.
Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis.
c. Dasar Edukatif
Belajar adalah perubahan pengalaman si peserta didik yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tidak semua pengalaman belajar didapat peserta didik melalui pengalaman langsung. Ada pengalaman belajar secara langsung tetapi ada pula secara tidak langsung. Dalam konteks inilah media dibutuhkan dalam pembelajaran sehingga peserta didik mengalami pengalaman belajar. Misalnya pengalaman belajar tentang suatu objek yang tidak dapat dilihat/dialami secara langsung tetapi dapat dihadirkan di kelas melalui media sehingga peserta didik mengalami pengalaman belajar tentang objek tersebut.
Kuda tidak dapat didatangkan di kelas tetapi cukup gambar, Ikan yang menelan Yunus tidak dapat dihadirkan di kelas tetapi gambar tentang ikan besar dapat dihadirkan di kelas. Akan tetapi ketika dibawa ke Ancol dan melihat Ikan Paus maka anak akan memiliki pengalaman belajar yang bagus tentang ikan besar.
Ø Dasar/landasan psikologis.
Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan pembelajaran
yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.
Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinuum konkrit-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbul, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation). Menurut Bruner, hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak.
Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.
Dalam menentukan jenjang konkrit ke abstrak antara Edgar Dale dan Bruner pada
diagram jika disejajarkan ada persamaannya, namun antara keduanya sebenarnya terdapat
perbedaan konsep. Dale menekankan siswa sebagai pengamat kejadian sehingga
menekankan stimulus yang dapat diamati, Bruner menekankan pada proses operasi
mental siswa pada saat mengamati obyek
Secara psikologis, media mampu memberi rangsangan yang bervariasi kepada otak manusia, sehingga otak dapat berfungsi secara optimal. Rangsangan ini disebabkan karena menurut teori belahan otak[1], manusia memiliki dua belahan otak, yaitu belahan otak kiri dan belahan otak kanan.
Teori Belahan Otak
1. Belahan otak kanan dengan fungsi:
a. Menjadi tempat kedudukan pikiran visual, emosional, holistic, fisikal, spatial, dan kreatif.
b. Belahan otak kanan mengontrol tindakan.
c. Kemampuan intuisi
d. Kemampuan daya tanggap
e. Kemampuan daya imajinasi
f. Kemampuan kesadaran luas/mendalam
g. Kemampuan bawah sadar berpikir subjektif dengan suara batin
2. Belahan otak kiri dengan fungsi:
a. Menjadi tempat kedudukan pikiran yang bersifat verbal, rasional, analitikal, dan konseptual
b. Belahan otak kiri berfungsi mengontrol wicara
c. Kemampuan dalam proses logis deduktif
d. Kemampuan dalam intelektual
e. Kemampuan akan kesadaran yang berhubungan dengan pancaindera berpikir objektif dalam pengelolaan situasi kondisi luar.
Kedua belahan otak (kiri dan kanan) tidak dapat dominan secara serentak pada saat yang bersamaan. Ransangan pada salah satu belahan otak saja secara berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan. Karena itu, dalam proses pembelajaran kedua belahan otak perlu dirangsang bergantian dengan rangsangan audio-visual[2].
Jadi Dasar Psikologis menggunakan media yaitu manusia yang belajar melakukan kegiatan sbb: membaca, mendengar, melihat, berbicara, menulis, melakukan dll. Bila potensi ini diberdayakan secara baik maka akan terjadi pengalaman belajar yang tingkat prosentasinya digambarkan sbb:
1. Membaca 10 %
2. Mendengar 20 %
3. Melihat 30 %
4. Melihat dan Mendengar 50 %
5. Berbicara dan menulis 70 %
6. Melakukan/Mempraktekkan 90 %
[1] Yusufhadi Miarso dalam buku Menyemai Benih Teknologi Pendidikan ((Jakarta : Pustekomdiknas,20040, hlm. 458. Mengemukakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger W. Sperry, pemenang hadiah Nobel tahun 1984 yang dimuat dalam buku yang ditulis oleh B.R. Hergenhahn, An Introduction to Theories of Learning, Englewood Cliffs, NJ : Prentice Hall Inc, 1988
[2] Yusufhadi Miarso, Ibid. hlm. 458

