Setiap bidang studi atau mata kuliah memerlukan berpikir mendalam atau filsafat. Apa sesungguhnya filsafat teknologi dan Media PAK? maka kita berusaha mengartikan filsafat dan menghubungkannya dengan teknologi dan Media PAK.
Ketika saya kuliah, saya dan teman-teman mengalami kesulitan memahami apa
pengertian filsafat yang secara teknis operasional mendarat dan menjiwai
seseorang dalam belajar filsafat dan menerapkannya. Saya kemudian mendapat
salah satu jawaban, yaitu usaha mengerti filsafat secara baik, terukur dan
mengyemangati roh filsafat dalam diri pelaku studi filsafat yaitu dengan
memahami percakapan Sokrates dan murid-muridnya.
Robert
R. Boehlke dalam bukunya berjudul “Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen dari Plato sampai Ig. Loyola (2013:2-3) mengutip
Muchtar Jahya tentang contoh gaya mengajar Sokrates yang dibuat oleh Guru besar
John Adams dari Universitas Oxford
dengan isi tanya jawab sebagai berikut.
Sokrates: “Apakah yang dimaksud dengan serangga
(insect) itu?
Murid: “Serangga ialah binatang kecil bersayap.”
(Murid yakin bahwa jawabannya itu benar)
Sokrates: Kalau begitu, tentu ayampun boleh kita
namai serangga.”
Murid: Ayam bukan demikian kecilnya hingga dapat
dinamai serangga. Ayam itu amat besar kalau dibandingkan dengan serangga.”
Sokrates: “Jadinya: Serangga ialah binatang yang amat
kecil, mempunyai sayap.”
Murid: “Betul!”
Sokrates:
“Kalau demikian, burung pipit dapat dinamai serangga, sebab dia demikian
kecilnya”.
Murid: “Tidak! Burung sekali-kali tidak dapat
dinamai serangga, sebab dia demikian kecilnya.”
Sokrates: Jadinya: Serangga ialah binatang yang amat
kecil, dia bersayap, tetapi bukan dari jenis burung.”
Murid: “Benar”
Sokrates: “Kemarin saya memasuki salah satu took, di
dalamnya saya melihat kaleng-kaleng kecil. Pada masing-masing kaleng itu
tertulis: Tepung keating yang paling manjur untuk memberantas serangga.” Pada
masing-masing kaleng itu tergambar beberapa macam binatang kecil bukan dari
jenis burung, tetapi tidak ada mempunyai sayap, umpama pijat-pijat, kutu kucing
dll. Rupa-rupanya mereka salah menamakan binatang-binatang tersebut serangga,
sebab masing-masing tidak bersayap. Adakah masuk akal serangga tidak bersayap,
menurut yang telah kita tetapkan itu?”
Murid: “Binatang-binatang tersebut memang
serangga, semua orang tahu itu.”
Sokrates: “Aneh, aneh. Apa pulakah arti serangga
sekarang, menurut pikiranmu. Apakah sekaran kau berpendapat bahwa “Serangga
ialah binatang yang amat kecil, mempunyai sayap, bukan dari jenis burung, dan
kadang-kadang tidak bersayap.’ Sesungguhnya perkataan ini amat
berlawan-lawanan.”
Murid: “Celaka! Pertanyaan-pertanyaan orang ini
membosankan. Coba tuan sendiri yang menerangkan kepada kami, apa arti serangga
itu, supaya kami puas dan tuanpun puas.”
Sokrates: “Bukankah dari tadi saya bilang padamu
bahwa saya sendiri pun tidak mengetahui.
Sekarang
mari kita periksa bersama-sama, moga-moga kita sampai pada hakikat sebenarnya. Jalan
yang paling baik ialah kita ambil 3 atau 4 ekor serangga dari jenis yang
bermacam-macam, kemudian kita bandingkan satu dengan yang lain, untuk
mengetahui sifat-sifat yang sama. Apakah serangga yang akan kita ambil?”
Murid: “Mari kita ambil kupu-kupu, semut, kerangga
dan kumbang
Sokrates: “Bagus”
Berdasarkan
jenis-jenis serangkan itu mereka merumuskan berdasarkan fakta tentang “apa itu
serangga?”
Serangga
ialah binatang beruas, kulitnya kesat, lagi keras, kakinya enam, mempunyai
sayap, atau bekas sayap.”
Berdasarkan
percakapan dialogis di atas, kita belajar apa artinya berpikir radikal/mendalam terhadap salah satu realitas (Salah
satnya: Serangga). Mudah-mudahan dialog diatas menolong kita memahami apa itu
filsafat dalam arti berpikir mendalam/radikal terhadap realitas dan merumuskan realitas
tersebut yang kemudian menghasilkan kebenaran.
Belajar
filsafat memang menyenangkan tetapi juga membingungkan. Hal yang terakhir ini
disebabkan karena terdapat ragam pengertian tentang filsafat. Saya tidak menjanjikan
dan menjamin bahwa materi ini memberi sumber pemahaman yang tuntas tentang apa
itu filsafat. Hal itu sulit diwujudkan. Namun perlu disadari bahwa keragaman
pengertian filsafat bukanlah sesuatu yang menyesatkan, hal itu wajar saja
karena setiap orang memberi arti sesuai dengan pemahamannya. Selanjutnya sesuai
dengan topik yakni "pengertian filsafat" maka dalam postingan ini
saya menjelaskan tentang pengertian filsafat. Pengertian yang saya paparkan ini
telah mendorong/mensemangati saya dalam mengajar Filsafat Ilmu dalam bidang
Pendidikan Kristen maupun Teologi Penggembalaan.
Menurut
Jan Hendrik Rapar, filsafat adalah mater scientiarum atau induk ilmu
pengetahuan karena memang filsafatlah yang telah melahirkan segala ilmu.
Menurut
para rohaniawan dan teolog menyatakan filsafat sebagai “ancilla theologiae”,
yaitu budak atau pelayan teologi. Sebagai pelayan teologi, filsafat memiliki
tugas memformulasikan argumentasi-argumentasi yang kuat untuk membela isi iman
Kristen. Ada pula rohaniawan dan teolog yang menuding filsafat sebagai alat
iblis terkutuk. Karena itu harus ditolak oleh semua orang beriman.
Tudingan
ini tidak sepenuhnya benar, Tuhan tidak menciptakan manusia sebagai robot, manusia
memiliki pikiran. Dengan pikiran itu manusia berfilsafat (berpikir). Namun
tidak kegiatan berpikir dikategorikan filsafat. Berpikir yang dikategorikan
filsafat adalah berpikir yang
berlangsung dalam syarat-syarat tertentu (Rapar, 2000:12-13). Memang harus
diakui bahwa berpikir yang berciri filsafat dapat membawa seseorang pada dua
pilihan, yaitu kesetiaan kepada iman atau penyimpangan iman (alias tidak
mengakui adanya Tuhan). Oleh karena itu berfilsafat harus berlangsung dalam
kawalan iman dan perlindungan kasih.
Untuk
memahami filsafat, maka saya merumuskan pengertian filsafat dalam dua
pendekatan. Pertama, secara etimologi dan kedua secara konseptual (definisi
para ahli filsafat).
Secara
etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani, dari kata “philosophia”. Kata
“philosophia” merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata: “philos” dan
“Sophia”. Kata “philos” berarti kekasih, atau bisa juga sahabat. Sedangkan
“Sophia” berarti kebijaksanaan atau kearifan atau juga pengetahuan.
Jadi,
arti harafiah “philosophia” berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat
pengetahuan.
Definisi
para ahli:
Plato
dalam Jan Hendrik Rapar menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Filsafat adalah penyelidikan
tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang
ada atau filsafat adalah usaha mencari kejelasan dan kecermatan secara gigih
yang dilakukan secara terus menerus (Louis O. Kattsoff, 1996:2)
Aristoteles
(Murid Plato) mengemukakan beberapa pengertian filsafat. Pertama, filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyebab dari realitas yang ada. Kedua, filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as
being) atau peri ada sebagaimana adanya (being as such).
Rene
Descartes (Filsuf Prancis)
Argumen
yang terkenal dari Descartes yakni: “Aku berpikir maka aku ada” (cogito ergo
sum). Jadi, filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal
penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia.
William
James (Filsuf Amerika), Filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk
berpikir yang jelas dan terang.
R.F.
Beerling (mantan guru besar filsafat UI) menyatakan filsafat adalah suatu usaha
untuk mencari radix atau akar pengetahuan tentang diri sendiri.
Louis
Kattsoff, filsafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita
kepada tindakan yang lebih layak. Kegiatan kefilsafatan ialah pemikiran secara
sistematis. Filsafat senantiasa bersifat menyeluruh/komprehensif (Louis O.
Kattsoff, 1996:3-4, 6, 12)
Berpikir radikal
(berpikir mendalam) tidak berarti mengubah, membuang, atau menjungkirbalikan
segala sesuatu, melainkan dalam arti sebenarnya, yaitu berpikir secara mendalam
untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal sebenarnya
hendak memperjelas realitas, lewat penerimaan serta pemahaman akan akar
realitas itu sendiri (Rapar, 2000:21)
Yonas
Muanley, filsafat adalah berpikir radikal atau berpikir mendalam terhadap
realitas (realitas/ada secara menyeluruh maupun salah satu realitas). Salah
satu realitas itu yakni “teknologi dan Media Pembelajaran PAK"
Jadi, filsafat teknologi dan Media PAK adalah berpikir secara radikal tentang teknologi dan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen. Apa yang perlu dipikirkan secara mendalam, komprehensif, bersistem terhadap Teknologi dan Media PAK. akan diusahakan dalam pembahasan materi teknologi dan media PAK.
Selamat berpikir mendalam dalam Teknologi dan Media PAK.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus